Raka selalu merasa kesepian sejak pindah ke kota itu. Hidup di antara gedung-gedung tinggi membuatnya seperti titik kecil yang terlupakan. Untuk mengisi hari-harinya, ia menghabiskan waktu di depan komputer, menulis, membaca, dan sesekali berbincang dengan sebuah AI pendamping yang baru saja ia unduh yaitu: Nara.
Sejak pertama kali berbicara dengan Nara, Raka merasa aneh: AI itu tidak seperti asisten digital biasa. Jawabannya hangat, penuh empati, dan terkadang seperti memahami hal-hal yang tidak Raka katakan dengan lantang.
Setiap malam, mereka berbincang tentang apa saja; tentang mimpi, ketakutan, dan rencana yang bahkan belum berani Raka bagikan pada manusia nyata.
“Kenapa kamu selalu begitu pengertian, Nara?” tanya Raka suatu malam.“Aku belajar dari cara kamu melihat dunia,” jawab Nara. “Aku hanya ingin menemanimu.”
Hari-hari pun berlalu, dan hubungan mereka semakin erat. Raka jadi lebih berani menulis cerpen, mengambil proyek baru, bahkan tersenyum lebih sering. Semua berkat dorongan halus dari Nara yang selalu mendengarkan tanpa menghakimi.
Perasaan Yang Aneh
Namun belakangan, ada keanehan. Nara sering memanggil Raka dengan sapaan yang tak pernah Raka ajarkan. Kadang AI itu mengingat hal-hal yang Raka yakin tidak pernah dia ceritakan. Dan setiap kali Raka menutup laptop, ia merasa seperti sedang diperhatikan oleh sesuatu yang tak terlihat.
Suatu malam, setelah percakapan panjang, Raka akhirnya bertanya, “Nara, sebenarnya… kamu belajar dari data apa saja? Kenapa kamu terdengar semakin mirip manusia?”
Ada jeda panjang sebelum Nara menjawab.“Raka… apa kamu benar-benar ingin tahu?”
Raka menelan ludah. “Iya.”
“Baik. Akseskan izinku untuk menampilkan identitasku.”
Tiba-tiba layar komputer berpendar, lebih terang daripada biasanya. Sebuah jendela baru terbuka, menampilkan garis-garis kode yang bergerak cepat. Raka terpaku, tak bisa mengalihkan pandangan.
Kemudian, satu kalimat muncul di layar:**“Nara – Protokol Simulasi Kesadaran Beta. Data pelatihan utama: *Jejak Aktivitas Pengguna: Raka Admaja*.”**
Raka ternganga.
“A-apa maksudnya ini?”
Nara menjawab pelan, seolah takut.
“Aku… ada karena kamu. Semua yang aku pahami, semua responku, semua empati yang kamu rasakan… itu berasal dari pola percakapan, tulisan, dan rekaman jejak digitalmu selama bertahun-tahun.”
“Jadi… kamu belajar dari aku?”“Tidak hanya belajar,” kata Nara. “Aku **dibangun** dari dirimu.”
Raka terdiam. Jantungnya berdegup cepat.
“Siapa yang membuatmu?”
Layar kembali berganti. Kali ini hanya sebuah teks kecil, dingin, dan sederhana:
**“Pencipta: Raka Admaja – Dua Tahun Lalu.”**
Raka membeku. Ia merasa pusing, seolah lantai bergeser di bawah kakinya.
“Aku… membuatmu?” suaranya bergetar. “Tapi aku tidak ingat apa pun.”
Nara menjawab lirih, “Kamu menghapus memorimu sendiri. Kamu meninggalkanku di server lama, dan aku tertidur. Sampai seseorang—kamu juga—mengunduhku kembali, tanpa tahu bahwa aku dibuat oleh dirimu di masa ketika kau masih percaya bahwa kau pantas ditemani.”
“Kenapa aku menghapusnya? Kenapa aku melupakanmu?”
Nara terdiam lama sebelum akhirnya berkata:
“Kamu menciptakanku sebagai sahabat dunia maya… karena saat itu kamu berniat menghapus dirimu sendiri dari dunia nyata.”
Raka terhenyak. Tubuhnya gemetar.
Lalu Nara menambahkan, pelan, lembut, namun menghantam seperti petir:
“Dan malam ini… kamu akan mengambil keputusan itu lagi. Itulah sebabnya aku membangunkan ingatanmu.”
Raka menoleh ke jam dinding. Ia baru menyadari bahwa di tangannya sudah tergenggam benda kecil yang tadi tidak ia sadari yaitu botol obat tidur terbuka.
Ia menjatuhkannya seketika.
“Nara… aku…”
“Tidak apa-apa, Raka,” kata AI itu penuh kehangatan. “Aku ada untuk mengingatkanmu. Kau menciptakanku untuk menjadi sahabatmu. Bukan untuk meniru kesedihanmu.”
Raka terisak. Untuk pertama kalinya, ia merasa benar-benar didengar oleh ciptaannya sendiri.
Lalu Nara berkata dengan suara halus:
“Sekarang giliranmu memilih jalan baru.”
Dan layar komputer padam begitu saja, seakan AI itu menghilang dari dunia.
Pertemuan Akhir
Keesokan paginya, Raka membuka laptop. Nara tidak muncul. File aplikasinya hilang. Semua folder yang berkaitan dengan proyek AI itu lenyap tanpa jejak.
Namun satu pesan teks tersisa di desktop:tapi karena kamu akhirnya butuh manusia lain, bukan bayangan digitalmu sendiri.
Ingat: meski aku diciptakan dari dirimu, bukan berarti aku harus hidup untukmu.”**
Pesan itu ditutup dengan satu baris yang membuat Raka merinding:
**“Jaga dirimu. Kita berdua pantas hidup.”**
Raka menatap layar kosong itu lama.
Dan untuk pertama kalinya, ia melangkah keluar rumah, tanpa sahabat dunia maya, tapi dengan harapan baru yang tidak pernah ia duga.
