Light Articles. Read Now!

Table of Content

Rumah Tua Peninggalan Belanda Episode 5: Pintu yang Tak Pernah Tertutup

Alya kemudian mengeluarkan kunci yang ia temukan di meja di ruang bawah tanah tadi dan mencoba memasukkan kunci itu ke dalam lubang kunci.

rumah tua peninggalan belanda

Di Ambang Kegelapan

Alya dan Budi berdiri di depan pintu besar di ujung lorong bawah tanah itu. Pintu itu terbuat dari kayu tua yang tampaknya sudah berusia ratusan tahun, penuh dengan ukiran yang tidak jelas, seolah melukiskan kisah-kisah gelap dari masa lalu. Setiap goresan di permukaan pintu itu tampak seperti simbol-simbol yang saling terhubung, seakan mengandung pesan yang hanya bisa dimengerti oleh mereka yang tahu rahasia yang terkubur dalam rumah tua ini.

"Apa yang ada di balik pintu itu, Pak Budi?" tanya Alya, suaranya rendah, seakan takut untuk mengganggu keheningan yang semakin mencekam.

Budi, yang berdiri di sampingnya, terlihat semakin gelisah. Wajahnya pucat pasi, tubuhnya tampak lebih lelah dari sebelumnya. "Saya tidak tahu pasti, Mbak Alya, tetapi… saya merasa seperti kita sudah melangkah terlalu jauh. Pintu itu—pintu itu adalah batas. Kapten van de Velde tidak pernah membiarkan siapapun membuka pintu itu. Dan sekarang, kita akan melakukannya. Apa yang ada di dalamnya—itu bukan sesuatu yang bisa kita kendalikan."

Alya mengamati ekspresi Budi yang begitu ketakutan. Ia bisa merasakan bahwa ketakutan Budi bukan hanya karena dirinya merasa cemas atau takut akan sesuatu yang tampak mengerikan. Itu lebih seperti perasaan terjerat dalam takdir yang tak bisa dihindari. Sesuatu yang lebih besar, yang lebih kuat, telah menunggu mereka sejak lama.

"Apa yang sebenarnya terjadi dengan Kapten van de Velde?" Alya bertanya, lebih kepada dirinya sendiri. "Kenapa dia bisa menghilang begitu saja? Apa yang dia coba lakukan di rumah ini?"

Budi hanya menggelengkan kepala. "Mbak Alya, ada hal-hal yang lebih baik tidak perlu kita ketahui. Saya sudah cukup tahu, dan saya ingin keluar dari sini. Tetapi jika Anda tetap ingin melanjutkan, saya tidak bisa menghentikan Anda."

Alya menatap pintu besar itu dengan tekad. Ia sudah begitu jauh dalam pencariannya, dan sekarang ia merasa seperti ia telah menemukan kunci untuk mengungkap misteri yang melingkupi rumah tua ini. Jika Kapten van de Velde benar-benar terlibat dalam sesuatu yang lebih gelap, ia harus menemukannya. Bagaimanapun juga, itu adalah satu-satunya cara untuk memastikan bahwa tidak ada lagi orang yang akan menjadi korban dari kekuatan yang ada di rumah ini.

"Jika kita tidak membuka pintu ini, kita tidak akan pernah tahu apa yang sebenarnya terjadi," kata Alya, berbalik kepada Budi. "Tapi jika kita membiarkannya tetap tertutup, rahasia ini akan terus menguasai tempat ini, dan kita tidak akan pernah bisa keluar dari bayang-bayangnya."

Budi tidak menjawab, hanya berdiri diam dengan ekspresi wajah yang penuh kecemasan. Alya kemudian mengeluarkan kunci yang ia temukan di meja di ruang bawah tanah tadi dan mencoba memasukkan kunci itu ke dalam lubang kunci. Kunci itu berputar dengan mulus, dan dengan suara gemeretak yang menegangkan, pintu itu perlahan terbuka.


Ruang yang Terlupakan

Saat pintu itu terbuka, sebuah udara dingin yang tak bisa dijelaskan keluar, menyelimuti mereka berdua. Alya menarik napas, berusaha menenangkan diri, sementara Budi mundur sedikit, tampaknya ragu untuk melangkah lebih jauh. Lorong yang terbentang di balik pintu itu gelap, dengan dinding yang terbuat dari batu-batu besar yang lembab dan berlumut. Ada bau tanah dan jamur yang kuat di udara, menciptakan kesan bahwa lorong ini sudah lama tidak pernah disentuh oleh manusia.

Di ujung lorong, terlihat sebuah ruangan besar yang diterangi oleh cahaya yang redup, meskipun tak ada sumber cahaya yang terlihat. Cahaya itu tampak berasal dari suatu tempat yang lebih dalam, seakan menarik mereka untuk masuk lebih jauh. Alya melangkah pertama, diikuti oleh Budi yang berjalan perlahan di belakangnya, semakin jauh dari pintu yang baru saja mereka buka.

Ruangan itu sangat besar dan gelap, dengan atap yang sangat tinggi. Alya hampir tidak bisa melihat keseluruhan ruangannya, namun dia bisa merasakan sesuatu yang tidak biasa. Ruangan ini tampaknya lebih dari sekadar ruang penyimpanan atau ruang lain di dalam rumah tua ini. Ini adalah tempat yang memiliki sejarah panjang, tempat yang dipenuhi dengan kenangan yang terlupakan, serta cerita-cerita yang tak terungkapkan.

“Apa ini?” tanya Alya, suaranya bergema di ruang besar yang sunyi. Ia melihat ada banyak benda tertata rapi di sekeliling ruangan: meja-meja besar, rak-rak kayu tua yang dipenuhi berbagai alat yang tampaknya digunakan untuk ritual, dan beberapa patung batu yang tampak menyeramkan, menggambarkan sosok-sosok yang hampir manusiawi namun dengan fitur-fitur yang mengerikan.

Budi tampak semakin cemas. "Ini adalah ruang utama Kapten van de Velde. Dulu, dia sering melakukan ritual di sini. Semua benda ini… semuanya ada hubungannya dengan apa yang coba dia bangkitkan."

Alya merasa keningnya berkerut. "Ritual untuk apa, Pak Budi? Apa yang sebenarnya ia coba lakukan?"

Budi menggigit bibirnya, seolah mempertimbangkan apakah akan melanjutkan penjelasan atau tidak. Akhirnya, dia menghela napas panjang dan berbicara dengan suara pelan. “Kapten van de Velde bukan hanya seorang kolonial biasa. Setelah perang, ia terobsesi dengan kekuatan yang lebih besar—sesuatu yang tidak bisa dilihat oleh mata manusia. Ia percaya bahwa ada dunia lain di balik dunia ini, dan dia berusaha untuk membuka gerbang menuju dunia itu. Buku yang Anda temukan di ruang bawah tanah itu… itu adalah panduan yang dia gunakan untuk membuka portal antara dunia kita dan dunia yang lebih gelap.”

Alya mendengarkan dengan penuh perhatian. "Dan apa yang terjadi pada Kapten van de Velde?"

Budi terdiam sejenak, matanya terlihat penuh dengan ketakutan. "Dia berhasil membuka portal itu. Tetapi apa yang keluar dari sana, tidak bisa ia kendalikan. Sesuatu yang lebih kuat dari apa pun yang ia bayangkan—makhluk yang tidak memiliki tubuh seperti manusia. Mereka datang, menguasai rumah ini, dan kemudian… dia menghilang."

Alya menggigit bibirnya, mencerna informasi itu. Apa yang diungkapkan oleh Budi adalah sesuatu yang lebih menakutkan daripada yang pernah ia bayangkan. Kapten van de Velde mungkin tidak hanya mencoba melakukan eksperimen ilmu hitam biasa—ia telah membuka gerbang ke dunia lain, dunia yang tidak dimaksudkan untuk dimasuki manusia.

Di tengah kesunyian ruangan yang penuh dengan benda-benda misterius itu, Alya tiba-tiba melihat sesuatu yang menarik perhatiannya. Di sudut ruangan, ada sebuah meja besar yang ditutupi kain hitam. Tanpa berpikir panjang, ia berjalan menuju meja tersebut, menarik kain itu dengan hati-hati. Di bawah kain tersebut, terlihat sebuah benda yang sangat aneh—sebuah patung batu kecil yang menyerupai makhluk dengan wajah yang tak manusiawi. Patung itu tampak seperti sebuah entitas yang setengah manusia, setengah hewan, dengan mata yang kosong namun seolah menyimpan sesuatu yang lebih besar di dalamnya.

“Ini… ini patung apa?” tanya Alya dengan suara terkejut, merasa ada sesuatu yang salah dengan benda itu.

Budi menghampiri patung itu dengan langkah cepat. Wajahnya semakin pucat, dan ia tampak semakin gelisah. “Itu… itu adalah simbol pemanggilan. Kapten van de Velde membuatnya untuk menghormati makhluk-makhluk dari dunia lain yang ia coba panggil. Jika patung itu diaktifkan, mereka akan kembali.”

Alya merasa darahnya berdesir dingin. “Mereka? Maksud Anda, makhluk-makhluk dari dunia lain?”

Budi mengangguk dengan pelan. “Mereka datang dengan nama yang tak pernah bisa diucapkan. Mereka adalah entitas yang tidak seharusnya ada di dunia kita. Mereka… mereka tidak memiliki bentuk yang bisa dipahami oleh manusia. Dan jika patung itu diaktifkan, mereka akan kembali untuk mengambil alih rumah ini, dan siapa pun yang ada di sini akan menjadi korban mereka.”

Alya merasakan hawa dingin menyelimuti sekujur tubuhnya. Patung itu bukan sekadar benda; itu adalah alat untuk membuka gerbang ke sesuatu yang lebih buruk dari apa pun yang pernah ia bayangkan. Rumah ini, yang sudah begitu penuh dengan kegelapan dan misteri, kini tampaknya menjadi medan pertempuran antara dua dunia—dan Alya tahu, mereka sudah terlalu dekat untuk mundur.

“Pak Budi, kita harus menghentikan ini. Kita harus menghancurkan patung itu sebelum semuanya terlambat,” ujar Alya dengan tekad yang baru.

Budi menatapnya dengan mata penuh kekhawatiran. “Mungkin… mungkin itu adalah satu-satunya cara. Tapi kita tidak tahu apa yang akan terjadi jika kita melakukannya. Rumah ini… dan

segala isinya… mungkin tidak akan pernah sama lagi.”


Tunggu Episode 6 untuk mengetahui apa yang terjadi selanjutnya.

Manusia biasa yang suka membaca, menulis dan berbagi

Posting Komentar