Light Articles. Read Now!

Table of Content

Rumah Tua Peninggalan Belanda - Episode 1: Jejak Misteri di Tengah Kabut

Namun, di tengah-tengah desiran angin dan kabut, ada satu tempat yang tetap menarik perhatian para pendatang: Rumah Tua Peninggalan Belanda.

rumah tua peninggalan belanda

Pada suatu senja yang dingin, langit di atas desa kecil itu diliputi oleh awan kelabu yang menurunkan kabut tebal. Desa yang terletak di pinggiran kota ini, dengan jalanan sempit yang dikelilingi oleh pepohonan rimbun, seakan menyembunyikan banyak rahasia. Rumah-rumah di sana tampak usang, seperti kisah yang sudah terlupakan oleh waktu. Namun, di tengah-tengah desiran angin dan kabut, ada satu tempat yang tetap menarik perhatian para pendatang: Rumah Tua Peninggalan Belanda.

Tokoh Utama

rumah tua peninggalan belanda
Alya Sari

Alya Sari – Seorang gadis muda berusia 27 tahun, seorang detektif swasta yang terkenal dengan kecerdasannya dalam memecahkan berbagai kasus rumit. Alya memiliki rambut panjang hitam yang selalu diikat rapi, mata cokelat tua yang tajam, dan kulit yang sedikit cokelat. Ia baru saja menyelesaikan sebuah kasus besar di Jakarta dan memutuskan untuk mencari ketenangan di desa ini. Hanya sedikit yang tahu bahwa di balik kepribadiannya yang tenang, Alya menyimpan pengalaman kelam yang memicu keinginan kuatnya untuk mengungkap misteri.

rumah tua peninggalan belanda
Budi Santosa

Budi Santosa – Seorang pria setengah baya, berusia sekitar 50 tahun, penjaga rumah tua yang diwarisi dari keluarganya. Budi adalah seorang yang pemalu dan pendiam, dengan rambut uban yang mencolok di sisi kepalanya dan mata yang cemas. Dia mengenakan jaket tua yang sudah usang dan selalu membawa kantong kulit kecil yang berisi kunci-kunci tua. Budi tidak suka berbicara banyak tentang masa lalu rumah itu, namun dia tahu lebih banyak dari yang dia tunjukkan.

rumah tua peninggalan belanda
Pak Arief

Pak Arief – Kepala desa yang bijaksana, berusia sekitar 60 tahun, dengan penampilan yang sangat terawat. Ia selalu mengenakan pakaian tradisional, lengkap dengan sarung dan peci. Wajahnya yang tampak penuh dengan pengalaman hidup selalu menunjukkan ekspresi yang ramah, meskipun ia selalu terlihat serius ketika berbicara tentang rumah tua itu. Pak Arief adalah orang yang pertama kali memperkenalkan Alya pada misteri rumah tersebut.

rumah tua peninggalan belanda
Nina

Nina – Seorang gadis muda berusia 18 tahun yang tinggal bersama ibunya di desa itu. Nina memiliki rambut pendek berwarna cokelat terang, dengan mata hijau yang penuh rasa ingin tahu. Ia adalah teman dekat Alya setelah kedatangan sang detektif ke desa itu. Nina memiliki rasa ingin tahu yang tinggi, terutama tentang rumah tua yang selalu ia dengar disebut-sebut oleh orang-orang desa, namun tak pernah berani mendekat.


Bab 1: Kedatangan Alya di Desa Cipurih

Senja merangkak perlahan, menyelimuti desa dengan cahaya temaram yang dingin. Alya baru saja turun dari mobilnya di depan sebuah rumah kecil yang terletak di ujung desa. Rumah itu milik Pak Arief, kepala desa yang menawarkan Alya untuk menginap selama ia menyelidiki misteri rumah tua yang terletak di tepi desa. Sejak awal kedatangannya, Alya merasakan ada yang aneh dengan suasana desa ini, sesuatu yang membuatnya tergerak untuk lebih mendalami kisah tentang rumah tua tersebut.

“Selamat datang, Mbak Alya,” sapa Pak Arief, dengan senyuman lebar meskipun wajahnya tampak serius. “Saya harap Anda nyaman di sini. Saya sudah menyiapkan kamar untuk Anda.”

Alya membalas dengan anggukan ringan, memandang ke sekeliling rumah Pak Arief yang sederhana namun rapi. Suasana di desa ini memang berbeda dengan hiruk-pikuk kota besar. Semua tampak tenang, tetapi ada sesuatu di balik ketenangan itu yang membuat Alya merasakan kegelisahan.

“Pak Arief, saya mendengar tentang rumah tua yang terletak di ujung desa. Apa benar ada cerita-cerita aneh mengenai tempat itu?” Alya bertanya, mencoba memulai percakapan yang sudah lama ingin ia bahas.

Pak Arief menatapnya dengan tatapan penuh makna. “Rumah itu… sebuah peninggalan Belanda. Dulu milik seorang perwira yang bekerja untuk kolonial. Tapi, setelah perang kemerdekaan, rumah itu ditinggalkan. Tidak ada yang tahu pasti apa yang terjadi di dalamnya. Yang jelas, banyak orang yang merasa tidak nyaman berada di sana.”

Alya terdiam, merasakan ketegangan yang tiba-tiba muncul. “Apa yang membuat orang merasa tidak nyaman?”

“Cerita-cerita tentang suara-suara aneh, perasaan seperti diawasi, dan kejadian-kejadian yang tidak bisa dijelaskan,” jawab Pak Arief, suaranya pelan. “Budi, penjaga rumah itu, satu-satunya orang yang masih bisa menjaganya. Tetapi, dia pun enggan banyak bicara.”

Alya mengangguk perlahan. Tentu saja, itu adalah cerita yang menarik bagi seorang detektif seperti dirinya. Setelah berbicara sejenak, Pak Arief meminta Alya untuk beristirahat dan memberinya waktu untuk memulai penyelidikan esok hari.


Bab 2: Menyelidiki Rumah Tua

Keesokan harinya, Alya berjalan menyusuri jalan desa yang berkelok, diikuti oleh Nina yang tampak antusias. Mereka berdua berhenti di depan rumah tua yang terletak di pinggir hutan. Rumah itu megah namun sudah tampak rapuh. Dindingnya yang terbuat dari batu bata merah kini sudah mulai retak-retak, dan pintu kayunya yang besar hampir terlepas dari engselnya.

“Ini rumahnya?” tanya Alya, memandang Nina dengan serius.

“Ya,” jawab Nina, suara gadis itu bergetar. “Orang-orang bilang, rumah ini sering terlihat lebih gelap di malam hari, bahkan saat tidak ada hujan. Saya tidak pernah berani masuk ke dalam, meskipun saya sudah lama ingin tahu.”

Alya mengamati rumah itu lebih dekat. Di atasnya, atap yang sudah banyak berlubang mengisyaratkan bahwa rumah ini telah lama ditinggalkan. Namun, di beberapa bagian terlihat bekas pemeliharaan yang menunjukkan bahwa seseorang—mungkin Budi—masih berusaha merawatnya, meskipun dalam keadaan yang serba terbatas.

“Tunggu di luar, Nina,” kata Alya. “Saya akan masuk dan berbicara dengan Budi.”

Nina mengangguk dan mundur sedikit, menunggu di bawah pohon besar yang tumbuh di dekat pintu gerbang.

Alya melangkah masuk melalui pintu utama yang terkuak sedikit. Begitu melangkah di dalam, udara dingin langsung menyambutnya. Bau lembab menyelimuti ruang-ruang yang gelap dan berdebu. Langkah kakinya memecah keheningan, tetapi tidak ada suara lain yang terdengar. Rumah ini terasa sunyi, terlalu sunyi.

Di sudut ruang tamu, seorang pria paruh baya yang mengenakan jaket kulit tua sedang duduk di kursi kayu yang tampak usang. Matanya yang tajam menatap Alya dengan waspada. Itu adalah Budi.

“Selamat siang, Pak Budi. Nama saya Alya, saya seorang detektif yang diminta untuk menyelidiki rumah ini,” kata Alya dengan suara tenang namun penuh wibawa.

Budi tidak langsung menjawab. Ia hanya mengangguk perlahan, lalu berkata, “Ada yang ingin Anda ketahui tentang rumah ini?”

Alya memandang sekeliling ruangan dengan seksama, mencoba menangkap setiap detail. “Ada banyak cerita yang beredar tentang tempat ini. Saya ingin tahu lebih banyak.”

Budi menarik napas panjang. “Rumah ini memang penuh dengan kenangan buruk. Banyak yang tidak mau datang ke sini. Tapi… saya sudah lama menjaga tempat ini, dan saya tahu banyak hal.”

Alya menatap Budi, matanya menyelidik. “Apa yang sebenarnya terjadi di sini?”

Budi terdiam, lalu mulai bercerita. “Ini bukan sekadar rumah tua biasa. Ada sesuatu yang tak terlihat, yang selalu mengintai… dan itu bukan hanya cerita orang-orang. Saya merasakannya setiap malam.”

Alya mendengarkan dengan seksama, merasa bahwa Budi memegang kunci dari misteri ini. Namun, sebelum ia bisa bertanya lebih lanjut, sebuah suara keras terdengar dari luar—seperti pintu yang terbanting. Alya dan Budi berdua saling berpandangan, merasakan ketegangan yang semakin memuncak.


Tunggu Episode 2 untuk mengetahui apa yang terjadi selanjutnya.

Manusia biasa yang suka membaca, menulis dan berbagi

Posting Komentar