Light Articles. Read Now!

Table of Content

Misteri Partitur Biola yang Hilang: Episode 3

“Partitur itu hanya dapat ditemukan oleh mereka yang berani memainkan melodi yang terukir di podium ini. Tapi sekali lagi, kalian harus siap menghadap

 misteri partitur biola yang hlang

Rahasia di Rumah Musim Gugur

Pagi itu, Ezra Caldwell dan Lila Marquette berdiri di depan sebuah pondok tua yang dikenal sebagai Rumah Musim Gugur. Pondok ini terletak di tepi sungai kecil yang berliku, tersembunyi di balik rerimbunan pohon yang lebat. Atapnya yang miring dipenuhi lumut, dan jendela-jendelanya tertutup rapat oleh papan kayu yang sudah lapuk.

“Tempat ini terlihat seperti tidak dihuni selama bertahun-tahun,” kata Lila sambil memeluk dirinya sendiri, mencoba melawan hawa dingin pagi yang menusuk.

Ezra mengangguk, pandangannya tertuju pada pintu kayu yang tampak rapuh. “Tapi jika Maestro Alderidge pernah menyimpan sesuatu di sini, maka kita harus mencarinya.”

Dengan hati-hati, Ezra mendorong pintu yang langsung terbuka dengan suara berderit. Udara di dalam pondok terasa lembap dan penuh dengan aroma kayu basah. Ruangan itu kecil, hanya terdiri dari satu kamar utama dengan perapian yang penuh abu, meja kayu yang ditutupi debu, dan sebuah rak buku yang hampir runtuh di sudut.

“Lihat ini,” kata Lila, menunjuk ke meja. Di atasnya ada kotak kecil yang tampak lebih bersih dibandingkan dengan benda-benda lain di ruangan itu.

Ezra mengambil kotak itu dan membukanya dengan hati-hati. Di dalamnya, mereka menemukan sebuah jurnal kecil dengan sampul kulit berwarna cokelat tua. Di halaman pertama tertulis nama Cornelius Alderidge dengan tulisan tangan yang anggun.

Jurnal Alderidge

Ezra membuka jurnal itu, sementara Lila menyalakan lentera yang mereka bawa untuk memberikan cahaya tambahan. Halaman-halaman jurnal itu penuh dengan notasi musik, sketsa instrumen, dan catatan pribadi. Salah satu entri menarik perhatian mereka:

"Elegia Senja bukan hanya musik. Itu adalah cermin jiwa, sebuah perjalanan melalui cahaya dan kegelapan. Hanya mereka yang memiliki keberanian untuk menghadapi bayang-bayangnya yang dapat memainkannya tanpa kehilangan dirinya."

Lila membaca entri itu dengan suara pelan. “Apa maksudnya, Profesor? Apakah ini semacam metafora?”

Ezra menggeleng. “Saya tidak yakin. Tetapi jelas ada sesuatu yang lebih dari sekadar musik dalam partitur ini. Alderidge tampaknya memahami sesuatu yang tidak kita ketahui.”

Mereka melanjutkan membaca hingga menemukan sebuah peta kecil yang terselip di antara halaman jurnal. Peta itu menunjukkan lokasi tertentu di tengah hutan, dengan sebuah lingkaran besar yang diberi label "Panggung Terakhir."

“Apakah ini lokasi di mana dia biasa bermain musik?” tanya Lila.

Ezra memandang peta itu dengan cermat. “Mungkin. Kita harus pergi ke sana untuk mencari tahu.”

Jejak di Tengah Hutan

Dengan peta di tangan, Ezra dan Lila berangkat menuju lokasi yang ditandai. Hutan yang mereka masuki terasa semakin gelap meskipun matahari masih tinggi. Pohon-pohon besar dengan cabang yang menjuntai seperti tangan kurus menciptakan bayangan yang menakutkan di tanah.

“Profesor, apakah Anda merasa kita sedang diawasi?” tanya Lila, suaranya bergetar.

Ezra berhenti sejenak, matanya mengamati sekeliling. “Hutan ini memang memiliki aura yang aneh. Tapi mungkin itu hanya imajinasi kita.”

Namun, langkah mereka menjadi semakin hati-hati. Sesekali mereka mendengar suara ranting patah atau dedaunan yang bergesekan, tetapi setiap kali mereka berbalik, tidak ada siapa pun di sana.

Setelah berjalan selama hampir satu jam, mereka tiba di lokasi yang ditunjukkan di peta. Di tengah hutan, ada sebuah lapangan kecil yang dikelilingi oleh batu-batu besar yang tersusun membentuk lingkaran. Di tengah lingkaran itu, ada sebuah podium batu yang tampak tua namun kokoh.

“Ini pasti yang dimaksud dengan ‘Panggung Terakhir’,” kata Ezra sambil mendekati podium tersebut.

Melodi yang Menghidupkan Bayang-Bayang

Saat mereka memeriksa podium, Lila menemukan ukiran yang hampir pudar di permukaan batu. Ukiran itu adalah notasi musik yang tampaknya merupakan bagian dari "Elegia Senja."

“Profesor, ini terlihat seperti penggalan partitur,” kata Lila sambil menunjuk ukiran itu.

Ezra memandang ukiran itu dengan kagum. “Mungkin ini adalah kunci untuk memahami komposisi tersebut. Tapi kenapa Alderidge membuatnya di sini?”

Sebelum mereka bisa menyelidiki lebih jauh, suara biola tiba-tiba terdengar dari dalam hutan. Melodinya lembut namun memilukan, seperti tangisan yang datang dari jiwa yang tersiksa.

“Siapa yang bermain biola di sini?” bisik Lila, matanya melebar karena ketakutan.

Ezra segera menyalakan lentera dan mengarahkan cahayanya ke arah suara itu. Namun, tidak ada siapa pun yang terlihat. Suara biola itu semakin keras, seolah-olah datang dari segala arah sekaligus.

“Kita harus pergi dari sini,” kata Lila dengan suara gemetar.

Namun, sebelum mereka sempat melangkah, bayangan-bayangan mulai muncul di sekitar mereka. Bayangan itu bergerak seperti sosok manusia, tetapi tidak memiliki bentuk yang jelas. Mereka melayang di udara, mendekati Ezra dan Lila dengan gerakan yang mengancam.

Ezra menarik Lila ke belakang podium batu. “Tetap di belakangku!” katanya sambil mencoba mencari cara untuk melindungi mereka.

Tiba-tiba, salah satu bayangan menyentuh lentera Ezra, dan cahaya lentera itu langsung padam. Dalam kegelapan, suara biola itu menjadi semakin menusuk, memenuhi udara dengan ketegangan yang mencekam.

Penyelamatan yang Tak Terduga

Ketika Ezra dan Lila merasa bahwa mereka tidak memiliki jalan keluar, suara tembakan terdengar di udara. Cahaya terang dari obor muncul dari arah hutan, dan bayangan-bayangan itu segera mundur, menghilang ke dalam kegelapan.

Seorang pria tua dengan mantel panjang dan topi lebar muncul dari balik pepohonan. Wajahnya penuh dengan garis-garis usia, tetapi matanya menunjukkan keberanian yang luar biasa.

“Kalian tidak seharusnya berada di sini,” katanya dengan suara berat.

“Siapa Anda?” tanya Ezra, masih mencoba mengatur napasnya.

“Nama saya Edgar. Saya penjaga rahasia tempat ini. Apa yang kalian cari di sini?”

Ezra menjelaskan tentang partitur yang hilang dan petunjuk yang membawa mereka ke tempat itu. Edgar mendengarkan dengan seksama, lalu berkata, “Elegia Senja bukan sekadar musik. Itu adalah gerbang ke sesuatu yang lebih gelap. Alderidge menciptakannya dengan tujuan yang tidak sepenuhnya mulia. Jika kalian ingin menemukan partitur itu, kalian harus siap menghadapi konsekuensinya.”

“Apa maksud Anda?” tanya Lila.

Edgar menatap mereka dengan serius. “Partitur itu hanya dapat ditemukan oleh mereka yang berani memainkan melodi yang terukir di podium ini. Tapi sekali lagi, kalian harus siap menghadapi apa pun yang muncul.”

Ezra dan Lila saling berpandangan. Meskipun mereka merasa takut, rasa penasaran dan tanggung jawab untuk menemukan partitur itu lebih besar dari ketakutan mereka.

Ujian Keberanian

Dengan tangan gemetar, Lila mengeluarkan biola dari kotaknya. Ia berdiri di depan podium batu dan mulai memainkan melodi yang terukir di sana. Nada-nada itu terdengar indah namun mengandung nuansa gelap yang sulit dijelaskan.

Saat melodi itu dimainkan, tanah di sekitar mereka mulai bergetar, dan angin dingin berhembus kencang. Bayangan-bayangan mulai muncul kembali, tetapi kali ini mereka tidak mendekat. Mereka hanya berdiri mengelilingi lingkaran batu, seperti penonton yang menunggu sesuatu terjadi.

Ketika Lila mencapai nada terakhir, podium batu itu mulai bersinar. Dari celah di tengah podium, sebuah gulungan kertas perlahan muncul. Itu adalah partitur “Elegia Senja".

Tamat

Manusia biasa yang suka membaca, menulis dan berbagi

Posting Komentar