Adegan 1: Kedatangan yang Tidak Terduga
Di sebuah kota kecil yang nyaman, bernama Damarwulan, hiduplah seorang pemuda bernama Arga. Arga adalah seorang pria berusia 28 tahun, bekerja sebagai seorang desainer grafis yang sering kali bekerja dari rumah. Badannya tinggi, sedikit kekar, dengan rambut hitam ikal yang sering ia biarkan sedikit berantakan. Ia memiliki kebiasaan buruk, yaitu tidak pernah percaya dengan hal-hal gaib atau mistis. Bagi Arga, meramal hanya sekedar hiburan semata.
Pada suatu pagi, saat ia sedang menikmati secangkir kopi di kafe kesukaannya, ia melihat sebuah papan reklame di seberang jalan dengan tulisan besar: "Ramalan Cinta Anda di Sini, Peramal Cantik Siap Membantu Anda!"
Arga tertawa kecil. "Peramal cantik? Pasti ini cuma trik untuk menarik perhatian. Tapi, siapa tahu, mungkin bisa jadi bahan guyonan," gumamnya sambil meneguk kopinya.
Dengan rasa penasaran yang cukup besar, Arga memutuskan untuk mengunjungi tempat itu, meski hanya untuk sekedar mengolok-olok.
Adegan 2: Penampilan yang Mengejutkan
Ketika Arga memasuki toko ramalan itu, ia disambut dengan bau dupa yang agak menusuk hidung, dan suara latar yang terdengar seperti alunan musik mistis. Toko itu tampak seperti kedai kecil, dengan lampu redup dan berbagai macam benda aneh tergeletak di sekitar. Ada bola kristal, lilin berwarna ungu, dan patung-patung burung hantu yang terbuat dari kayu.
Di belakang meja kayu yang kecil, duduk seorang wanita muda dengan wajah cantik. Wajahnya halus, dengan mata besar yang tajam dan senyum yang misterius. Ia mengenakan gaun ungu yang longgar dengan motif bunga, dan rambutnya panjang, berwarna coklat keemasan, tergerai indah. Arga merasa seperti terperangkap dalam sebuah dunia yang asing.
"Selamat datang di tempat saya, mas. Apa yang bisa saya bantu?" tanya wanita itu dengan suara lembut yang hampir membuat Arga terpesona.
"Saya... hanya ingin tahu ramalan, ya, mungkin sekedar guyonan saja," jawab Arga sambil sedikit tergagap.
Wanita itu tersenyum tipis. "Oh, jadi kamu tertarik meramal, ya? Silakan duduk, mas. Saya bisa melihat masa depanmu."
Arga duduk dengan skeptis, mencoba untuk tetap tenang meskipun hatinya sedikit berdebar. "Oke, kalau begitu. Saya ingin tahu tentang... cinta saya. Apakah saya akan bertemu dengan seseorang yang cocok dengan saya?"
Peramal cantik itu menghela napas, lalu memandangi Arga dengan tatapan yang tajam dan serius. "Baiklah, saya akan meramal dengan kartu tarot. Tapi ingat, ini hanya sekedar petunjuk, bukan jaminan."
Adegan 3: Kartu Tarot yang Membingungkan
Wanita itu mulai mengocok setumpuk kartu tarotnya, dengan gerakan yang sangat halus, lalu menyebarkan kartu-kartu itu di atas meja. Arga mengamati, sedikit terkejut dengan bagaimana tangan wanita itu bergerak begitu anggun. Saat kartu pertama terbalik, wanita itu mengangkat alisnya.
"Ini adalah kartu 'The Lovers'. Menarik, bukan? Artinya, kamu akan menemukan cinta sejati, tapi... ada hambatan besar di depanmu," katanya dengan nada serius.
Arga tertawa kecil. "Hambatan besar? Mungkin aku cuma butuh lebih banyak waktu di kafe ini untuk bertemu seseorang."
Wanita itu tidak tersenyum. "Kamu tidak akan bertemu dengan seseorang yang kamu cari di sini, mas. Tapi... akan ada kejutan besar dalam hidupmu, yang datang dari tempat yang tak terduga."
Arga merasa agak terganggu, tetapi tidak bisa mengabaikan ketegangan dalam suara wanita itu. “Kartu kedua… ini adalah ‘The Fool’. Sebuah perjalanan yang tidak terduga, atau seseorang yang sangat ceroboh akan mempengaruhi hidupmu,” wanita itu melanjutkan.
Arga merasa mulai bosan. "Aduh, kayaknya ini cuma kartu biasa deh, gak ada yang istimewa."
Adegan 4: Percakapan yang Menggelitik
Namun, sebelum Arga bisa berdiri untuk pergi, wanita itu berkata dengan lembut, "Satu kartu lagi, mas. Aku rasa ini akan sangat menarik untukmu."
Dengan malas, Arga mengangguk. "Ya sudah, kasih satu kartu lagi. Paling juga cuma kebetulan."
Wanita itu membalik kartu terakhir. "Ah, ini adalah ‘The Magician’. Kartu ini menunjukkan bahwa kamu memiliki kekuatan untuk mengubah hidupmu. Tapi hati-hati, karena kekuatan itu bisa disalahgunakan."
Arga mendengus. "Wah, jadi gue superhero ya?"
Wanita itu hanya tersenyum samar, lalu berkata, "Jangan terburu-buru menilai. Kekuatan yang kamu miliki bisa jadi lebih besar dari yang kamu bayangkan."
Arga merasa ada sesuatu yang ganjil dengan ramalan ini. Namun, ia tetap berpura-pura santai. "Ya, ya, terima kasih. Mungkin besok aku balik lagi kalau hidup gue berubah, ya."
Adegan 5: Kejadian Aneh yang Membingungkan
Setelah meninggalkan toko ramalan itu, Arga merasa sedikit aneh. Mungkin memang tidak ada yang serius, tapi entah kenapa, pikirannya terus teringat pada ramalan tentang kekuatan yang dimilikinya. Dalam perjalanan pulang, ia merasa ada yang berbeda. Begitu memasuki rumahnya, ia menyadari sesuatu yang sangat aneh—laptopnya yang tadinya rusak, kini kembali menyala dengan sendirinya. Bahkan layar yang sudah retak itu terlihat mulus kembali.
Arga terkejut. "Ini... gimana bisa?"
Keesokan harinya, Arga mendapatkan email dari klien yang selama ini tidak bisa dihubungi. Tak hanya itu, dia bahkan ditawari proyek besar yang sangat menguntungkan. Arga merasa semakin bingung. Apakah ramalan itu ada benarnya? Mungkinkah ia benar-benar memiliki kekuatan seperti yang diramalkan?
Adegan 6: Bertemu dengan "The One"
Beberapa hari kemudian, Arga kembali ke kafe untuk mencari ide, namun tiba-tiba seorang wanita masuk dan duduk di meja sebelahnya. Wanita itu mengenakan jaket kulit berwarna hitam dan celana jeans ketat. Rambutnya pendek, dan matanya tajam. Arga merasa seperti mengenalinya, namun ia tidak bisa mengingat di mana.
Wanita itu menoleh dan tersenyum padanya. "Hai, kamu Arga, kan?"
Arga terkejut. "Kamu... siapa?"
"Saya Maya. Kita pernah bertemu di kafe ini, beberapa minggu yang lalu," jawabnya.
Arga terdiam. Maya... nama itu seperti menyala di otaknya. Ternyata, Maya adalah wanita yang pernah ia lihat di kafe itu sebelumnya, namun ia tak pernah benar-benar memperhatikannya.
Adegan 7: Kesadaran yang Menyakitkan
Maya duduk di meja yang sama, dan percakapan pun mulai berjalan lancar. Arga merasa nyaman, tetapi dalam hati ia merasa ada sesuatu yang aneh. Semakin lama ia berbicara dengan Maya, semakin ia merasa bahwa wanita ini terlalu sempurna. Terlalu cocok dengan semua deskripsi dalam ramalannya—terlalu "The Lovers", terlalu "The Fool", dan yang paling aneh adalah, terlalu mirip dengan orang yang akan datang dalam hidupnya.
"Sepertinya kita memang sudah ditakdirkan bertemu, ya?" Maya berkata dengan senyum lembut.
Arga terdiam. "Mungkin... tapi aku merasa ada yang aneh dengan semua ini."
Maya tertawa kecil. "Apa yang aneh? Kita hanya dua orang yang kebetulan bertemu di tempat yang tepat pada waktu yang tepat."
Adegan 8: Kejutan Besar
Tiba-tiba, saat Arga sedang menikmati obrolan dengan Maya, wanita itu tersenyum dan mengeluarkan kartu tarot dari tasnya. "Boleh aku meramal sedikit untukmu?" tanya Maya dengan suara manja.
Arga terkejut. "Apa? Kamu... peramal juga?"
Maya mengangguk sambil tersenyum misterius. "Ternyata aku juga punya kekuatan yang sama."
Arga tercengang. "Kamu... peramal yang tadi di toko itu?!"
Maya tertawa. "Ya, kamu tak salah lagi. Tapi aku bukan sekedar peramal. Aku juga bagian dari ujianmu."
Adegan 9: Plot Twist yang Tak Terduga
Maya lalu tersenyum dan mengungkapkan rahasia besar. "Aku sebenarnya sudah tahu siapa kamu. Aku dikirim untuk menguji apakah kamu bisa mengenali takdirmu. Semua yang terjadi padamu, semua yang kamu rasakan belakangan ini, itu karena aku yang menuntunmu ke arah itu."
Arga merasa terhenyak. "Jadi... kamu... bukan kebetulan?"
Maya menggeleng. "Tidak. Aku adalah bagian dari kekuatan yang kamu miliki. Kita berdua sebenarnya diciptakan untuk bertemu. Kamu adalah orang yang bisa mengubah masa depan dengan
kekuatanmu, Arga."
Arga kini benar-benar kebingungan. Ternyata, ramalan itu benar. Namun, lebih dari itu—Maya adalah bagian dari ujian yang harus ia hadapi untuk menyadari potensi dirinya sendiri.
Akhirnya, Arga menyadari bahwa cinta sejati tak hanya tentang menemukan pasangan, tetapi juga memahami kekuatan yang ada dalam diri kita dan bagaimana itu bisa mengubah dunia. Maya bukan hanya peramal—dia adalah pengingat bahwa takdir kita kadang datang dari tempat yang tak terduga.
Maya tersenyum. "Jadi, apa keputusanmu?"
Arga tersenyum kembali. "Aku siap menghadapi takdirku. Bersama kamu."
TAMAT