Dua minggu lalu, seorang mahasiswa Fakultas Sastra, Aditya Wiratama, ditemukan tewas di perpustakaan lama Universitas Gadjah Mada. Tubuhnya tergeletak di antara rak buku bagian sejarah kuno. Awalnya, kematian Aditya dianggap sebagai kasus bunuh diri. Namun, sebuah surat yang ditemukan di sakunya memberikan petunjuk yang tak terduga.
Surat itu berisi kalimat berbunyi, "Di setiap rahasia, ada penjaga. Jangan mencoba membuka pintu yang terkunci." Polisi setempat bingung, sementara kampus mencoba menutup-nutupi kasus ini demi menjaga reputasi. Namun, intuisi Laila yang tajam segera menangkap aroma konspirasi.
Keesokan harinya, Laila mendatangi kampus sebagai wartawan dari Lentera Nusantara. Ia mengenakan jaket cokelat panjang dan membawa tas selempang penuh peralatan investigasi. Langkahnya mantap saat memasuki gedung perpustakaan yang sunyi. Meskipun sudah sore, suasana di sana terasa mencekam. Rak-rak tinggi yang berjejer seperti barisan penjaga bisu menyimpan cerita-cerita kuno yang mungkin menyembunyikan jawaban.
Di antara rak-rak itu, Laila menemukan seorang pustakawan tua bernama Pak Rono, yang telah bekerja di sana selama lebih dari tiga dekade. Rambutnya yang memutih dan kacamata tebal membuatnya terlihat seperti bagian dari perpustakaan itu sendiri.
"Permisi bapak Rono saya ijin bertanya....Apakah pak Rono mengenal Aditya?" tanya Laila dengan nada lembut.
Pak Rono mengangguk pelan. "Dia anak yang cerdas, tapi terlalu penasaran. Dia sering membaca buku-buku yang jarang disentuh orang lain, terutama yang berkaitan dengan sejarah lokal dan mitos kuno."
"Ooooo.....hmm anu pak Rono, Apakah ada sesuatu yang aneh sebelum kematiannya?" Laila mendesak.
Pak Rono tampak ragu sejenak, lalu berkata, "Beberapa hari sebelum dia ditemukan, saya melihatnya membawa sebuah buku tua dari ruang arsip. Buku itu tidak pernah dipinjam oleh siapapun sebelumnya."
Laila mencatat dengan cepat. "Apa pak Rono tahu buku apa itu?"
Pak Rono mengangguk pelan sambil berkata lirih tapi pasti, "Judulnya Rahasia Kerajaan Mataram."
Petunjuk itu membawa Laila ke ruang arsip perpustakaan. Dengan bantuan Pak Rono, ia menemukan buku yang dimaksud. Buku itu berisi kisah tentang Kerajaan Mataram dan sejumlah rahasia yang dikabarkan disembunyikan oleh para bangsawan pada masa itu. Di salah satu halaman, Laila menemukan catatan kecil dengan tulisan tangan Aditya: "Kunci semua ini ada di Borobudur."
Esok harinya, Laila memutuskan untuk mengunjungi Candi Borobudur. Hujan telah reda, tetapi langit tetap mendung. Ia menyewa seorang pemandu lokal bernama Saka, yang tampak curiga ketika Laila menyebutkan tentang catatan Aditya.
"Borobudur adalah tempat penuh misteri," kata Raka sambil menyalakan rokok. "Banyak yang percaya bahwa ada ruang tersembunyi di dalam candi, tapi tak seorang pun pernah menemukannya."
Mereka berdua mengelilingi candi, mencari petunjuk di relief-relief kuno. Di salah satu sudut terpencil, Laila menemukan ukiran yang serupa dengan simbol yang ada di buku Rahasia Kerajaan Mataram. Tepat di bawahnya, terdapat celah kecil yang hampir tak terlihat.
"Boleh tau Apa maksud dari gambar ini mas Saka?" tanya Laila sambil menunjuk.
Saka menggeleng. "Saya tidak tahu mbak Laila, Ini pertama kalinya saya melihat gambar itu."
Dengan hati-hati, Laila menyisipkan ujung pensil ke dalam celah itu. Terdengar bunyi klik, dan sebagian kecil relief itu bergerak. Di baliknya, sebuah gulungan kertas tua tersembunyi.
Gulungan itu berisi peta yang menggambarkan bagian tertentu dari Borobudur, lengkap dengan tanda "X" yang menunjukkan lokasi tertentu. Namun, sebelum Laila bisa mencerna lebih jauh, mereka dikejutkan oleh suara langkah kaki. Dua pria berbadan besar dengan wajah penuh amarah mendekat.
"Serahkan peta itu!" kata salah satu dari mereka dengan nada mengancam.
Laila mundur perlahan, menggenggam peta erat-erat. "Siapa kalian?"
Pria itu tidak menjawab. Ia hanya mengulurkan tangan, memberi isyarat agar Laila menyerahkan peta. Namun, Saka, yang tampaknya memiliki insting bertahan hidup yang tajam, menarik Laila dan berlari.
Mereka berdua bersembunyi di salah satu lorong candi yang gelap. Napas Laila tersengal, tetapi pikirannya tetap fokus.
"Mereka pasti tahu sesuatu tentang peta ini," bisiknya kepada Saka.
"Dan mereka tidak akan berhenti sampai mendapatkannya," jawab Saka.
Malam itu, Laila kembali ke apartemennya dengan peta di tangannya. Ia menyadari bahwa misteri ini jauh lebih besar daripada yang ia bayangkan. Kematian Aditya, buku rahasia, dan peta tersembunyi adalah bagian dari teka-teki yang belum sepenuhnya terbuka.
Sambil memandang peta yang diterangi cahaya lampu meja, Laila bergumam, "Kebenaran tidak akan berhenti mengungkap dirinya, tidak peduli seberapa dalam ia terkubur."
Perjalanan Laila Akira pun masih terus berlanjut dengan rahasia yang semakin mendalam dan bahaya yang terus mengintai.