Light Articles. Read Now!

Table of Content

Kebohongan Yang Sempurna Episode 3

Masdoly-Melati segera meniup lilin, membuat lorong itu menjadi gelap gulita. Mereka berdiri diam dalam kegelapan, mendengarkan.
Kebohongan Yang Sempurna

Bayang-Bayang di Balik Cermin

Malam masih kelam ketika Melati, Julius, dan Adrian berdiri di ruang tamu Villa Arcanum, memandangi jendela yang pecah dan secarik kertas dengan tulisan ancaman. Kata-kata itu seolah menekan udara di ruangan, membuat suasana semakin mencekam. Hujan di luar belum juga reda, menciptakan irama yang konstan, sementara petir sesekali menyambar, menerangi ruangan dengan kilatan singkat.

Melati mengambil kertas itu dari lantai, membacanya dengan seksama. Tulisan tangan itu kasar, seperti ditulis tergesa-gesa, tetapi ada sesuatu yang familier. Ia menatap Julius. "Menurut Anda, ini peringatan atau tantangan?"

Julius mengangkat bahu sambil mengamati jendela yang hancur. "Mungkin keduanya. Tapi yang jelas, mereka tahu Adrian ada di sini."

Adrian, yang sejak tadi hanya diam, akhirnya bersuara. "Kita harus pergi dari sini. Mereka akan datang untukku. Aku tidak ingin menyeret kalian dalam bahaya ini."

Melati menatapnya tajam. "Meninggalkan rumah ini sekarang sama saja bunuh diri. Tempat ini mungkin terlihat seperti perangkap, tapi setidaknya aku tahu setiap sudut dan rahasianya. Kalau mereka datang, aku akan siap."

Julius terkekeh kecil. "Cukup percaya diri, ya. Tapi apa Anda yakin bisa menghadapi orang-orang yang mengejarnya? Mereka bukan penjahat biasa."

Melati hanya tersenyum tipis. "Villa ini sudah menyimpan lebih banyak rahasia daripada yang Anda kira."

Menjelang dini hari, Melati mengantar Adrian ke salah satu kamar di lantai atas. Kamar itu kecil tetapi nyaman, dengan perabotan kayu kuno dan cermin besar yang tergantung di dinding. Melati berhenti sejenak di depan pintu sebelum membuka pintunya.

"Kamar ini sudah lama tidak digunakan," katanya sambil menyalakan lampu minyak di meja. "Tapi aman. Tidurlah."

Adrian mengangguk, tetapi ia tidak bisa menyembunyikan rasa gelisahnya. "Terima kasih," katanya pelan.

Setelah Melati pergi, Adrian menutup pintu dan berjalan menuju cermin besar itu. Wajahnya tampak lelah dan penuh ketakutan. Ia menyentuh permukaan cermin dengan ujung jarinya, lalu menghela napas panjang.

Namun, saat ia berbalik untuk menuju tempat tidur, sesuatu membuatnya membeku. Di sudut matanya, ia melihat bayangan samar di cermin. Seolah-olah seseorang sedang berdiri di belakangnya. Adrian segera memutar tubuh, tetapi tidak ada siapa pun di sana.

Jantungnya berdegup kencang. Ia kembali menatap cermin. Kali ini, ia melihat bayangan itu lebih jelas: seorang pria dengan topeng putih, berdiri diam di belakangnya. Adrian berbalik lagi dengan cepat, tetapi kamar itu tetap kosong.

Ia mundur perlahan, lalu berlari keluar kamar, menuruni tangga dengan panik. Di ruang tamu, ia menemukan Melati dan Julius sedang berbicara dalam bisikan. Kedatangannya yang tiba-tiba membuat keduanya terkejut.

"Apa yang terjadi?" tanya Melati, nadanya penuh kewaspadaan.

"Ada seseorang di kamar itu," kata Adrian terbata-bata. "Di dalam cermin. Aku melihatnya!"

Julius mengerutkan kening. "Cermin? Apa maksudmu?"

Melati tampak termenung sejenak, lalu berdiri. "Ikuti aku," katanya tanpa penjelasan.

Mereka bertiga kembali ke kamar Adrian. Melati mendekati cermin besar itu, menatap pantulannya dengan tatapan tajam. Setelah beberapa saat, ia mengetuk permukaan cermin dengan jari-jarinya. Suaranya terdengar seperti kayu.

"Seperti yang kuduga," gumamnya.

"Apa maksudmu?" tanya Julius, mendekat.

Melati menyentuh tepi cermin, lalu dengan satu dorongan kecil, ia membukanya. Ternyata, cermin itu adalah pintu rahasia yang menyembunyikan lorong gelap di baliknya. Adrian ternganga, sementara Julius hanya menggelengkan kepala dengan takjub.

"Villa ini penuh dengan lorong tersembunyi," kata Melati sambil menyalakan lilin yang ia ambil dari meja. "Ini salah satunya."

"Ke mana lorong ini mengarah?" tanya Adrian dengan suara gemetar.

Melati mengangkat bahu. "Hanya ada satu cara untuk mengetahuinya."

Tanpa menunggu jawaban, Melati melangkah masuk ke lorong itu. Julius mengikutinya tanpa ragu, meninggalkan Adrian yang tampak bimbang. Setelah menarik napas dalam, Adrian akhirnya ikut masuk.

Lorong itu sempit dan dingin, dengan dinding batu yang lembap. Suara langkah kaki mereka bergema, menciptakan suasana yang semakin mencekam. Di beberapa titik, Melati berhenti dan memeriksa tanda-tanda di dinding: ukiran kecil yang menyerupai simbol kuno.

"Simbol-simbol ini," bisiknya. "Aku pernah melihatnya di buku sejarah keluarga kami. Mereka adalah penanda."

"Penanda untuk apa?" tanya Julius.

"Jalur pelarian," jawab Melati singkat.

Namun, sebelum mereka bisa melangkah lebih jauh, suara langkah kaki lain terdengar di belakang mereka. Adrian menoleh dengan panik. "Ada yang mengikuti kita!"

Melati segera meniup lilin, membuat lorong itu menjadi gelap gulita. Mereka berdiri diam dalam kegelapan, mendengarkan. Langkah kaki itu semakin dekat, tetapi kemudian berhenti.

Dalam keheningan yang mencekam, suara tawa pelan tiba-tiba terdengar, bergema di sepanjang lorong. Suara itu dingin, penuh ejekan, dan membuat bulu kuduk mereka meremang.

"Tidak ada kebohongan yang sempurna....."
suara itu berbisik, diikuti oleh suara derap langkah yang menjauh dengan cepat.

Siapa sosok di balik cermin? Dan apa yang sebenarnya tersembunyi di Villa Arcanum? Nantikan kelanjutannya di episode berikutnya!
Manusia biasa yang suka membaca, menulis dan berbagi

Posting Komentar