Adegan 1: Perkenalan di Ujung Senja
Di sebuah kota kecil yang terletak di tepi laut, ada sebuah kedai kopi yang selalu ramai di setiap sore. Di sinilah awal cerita ini dimulai. Kedai kopi itu terletak di ujung jalan, dekat dengan pelabuhan, dengan dinding kayu yang sudah berumur, dan jendela-jendela besar yang membingkai pemandangan laut yang tak pernah berhenti bergelora. Namanya "Laut Hening", sebuah nama yang seakan bertolak belakang dengan ombak yang selalu berdebur keras.
Di meja pojok dekat jendela, seorang perempuan muda bernama Aruna duduk sambil menatap kosong ke luar, ke laut yang terbentang luas. Wajahnya tenang, namun matanya menyimpan cerita yang tak terungkap. Aruna adalah seorang penulis, meski hidupnya tidak semudah yang terlihat. Dia tinggal sendiri di sebuah rumah kecil yang berada di pinggiran kota. Setiap sore, ia datang ke kedai kopi itu untuk menulis, atau sekadar melarikan diri dari kenyataan yang kerap membebani pikirannya.
Hari itu, seperti biasa, ia datang lebih awal dari jam yang biasanya dipenuhi pengunjung. Namun, kali ini ada seseorang yang menarik perhatiannya. Seorang pria dengan jaket cokelat dan rambut berantakan memasuki kedai, lalu duduk di meja yang tak jauh dari tempat Aruna berada. Wajah pria itu tampak letih, seolah-olah ia baru saja menempuh perjalanan panjang. Ketika dia memesan kopi, suara lembutnya terdengar asing di telinga Aruna. Ada sesuatu yang menarik perhatian Aruna, meskipun dia tak tahu pasti apa itu.
Setelah beberapa saat, pria itu menoleh ke arah Aruna. "Maaf, saya tidak ingin mengganggu," katanya, tersenyum. "Tapi, apakah Anda suka menulis? Sepertinya saya melihat buku catatan di meja Anda."
Aruna mengangguk pelan, sedikit terkejut karena pria itu berbicara padanya. "Ya, saya menulis. Tapi, lebih banyak soal fiksi," jawab Aruna dengan suara yang lembut.
"Fiksi?" pria itu bertanya lebih lanjut, wajahnya serius namun penuh rasa ingin tahu.
"Ya, lebih banyak tentang kehidupan. Terkadang, saya menulis tentang cinta. Tentang bagaimana kita merasa ada, namun pada saat yang sama merasa tiada," jawab Aruna dengan sedikit senyum pahit.
Pria itu terdiam sejenak, lalu tersenyum. "Sepertinya Anda menulis tentang hal-hal yang cukup dalam."
"Begitu," kata Aruna. "Bagaimana dengan Anda? Apa yang membawa Anda ke sini?"
Pria itu menghela napas panjang sebelum menjawab, "Aku sedang mencari sesuatu yang telah lama hilang."
Aruna merasa aneh mendengar kata-kata itu, seolah-olah pria ini menyimpan sebuah rahasia besar. Tetapi, dia tidak terlalu menggali lebih dalam. Setelah percakapan singkat itu, mereka kembali sibuk dengan dunia mereka masing-masing, tanpa menyadari bahwa pertemuan singkat ini akan mengubah segalanya.
Adegan 2: Takdir yang Tertunda
Hari demi hari, Aruna dan pria yang dikenalnya itu, yang ternyata bernama Arman, bertemu kembali di kedai kopi yang sama. Percakapan mereka mulai mengalir lebih mudah. Arman, yang dulunya tampak tertutup dan penuh rahasia, mulai terbuka sedikit demi sedikit. Aruna pun merasa aneh, karena seiring berjalannya waktu, dia merasa semakin terikat dengan Arman, meski hubungan mereka baru sebatas teman biasa.
Suatu hari, Arman mengajak Aruna untuk berjalan-jalan di tepi pantai setelah keduanya selesai menulis. Laut yang tenang memberi kedamaian bagi mereka berdua. Suasana yang sunyi seolah menguatkan ikatan di antara mereka, meskipun belum ada kata cinta yang terucap.
Di bawah langit sore yang mulai gelap, Arman berhenti berjalan dan menatap Aruna dengan tatapan yang berbeda. "Aruna," katanya pelan, "kau tahu, aku pernah mencintai seseorang yang sangat berarti dalam hidupku. Tapi dia hilang begitu saja."
Aruna menatapnya dengan penuh perhatian. "Apa maksudmu?"
Arman tersenyum pahit. "Dia... meninggal dalam kecelakaan beberapa tahun yang lalu. Namanya Salsabila."
Aruna terdiam. Nama itu terdengar begitu akrab, seperti sesuatu yang sudah lama ia dengar, meski tidak bisa diingat dengan jelas. "Salsabila?" tanyanya pelan.
Arman menatapnya tajam. "Kau tidak mengenalnya, kan?"
Aruna hanya menggelengkan kepala, namun entah mengapa, hatinya terasa berat. Ada sesuatu yang aneh, sesuatu yang tak bisa dijelaskan.
Adegan 3: Kenangan yang Menyiksa
Hari-hari berlalu, dan Aruna mulai merasakan perubahan yang tak bisa dijelaskan dalam dirinya. Setiap kali bertemu Arman, ada rasa yang semakin kuat. Namun, dia selalu merasa terjaga oleh bayang-bayang Salsabila, wanita yang pernah mencuri hati Arman.
Suatu malam, Aruna memutuskan untuk mencari tahu lebih banyak tentang Salsabila. Dia membuka internet dan mencari informasi tentang kecelakaan yang dikatakan oleh Arman. Apa yang ditemukan Aruna membuatnya terkejut. Ternyata, Salsabila adalah seorang penulis yang sangat terkenal di kalangan komunitas sastra. Beberapa karya terbaiknya diterbitkan oleh penerbit besar, dan dia dikenal sebagai sosok yang memiliki masa depan cerah.
Namun, ada satu hal yang lebih mengejutkan. Salah satu buku terakhir yang ditulis Salsabila, "Antara Ada dan Tiada", memiliki kisah yang sangat mirip dengan pengalaman hidup Arman. Aruna merasa seolah-olah buku itu ditulis untuknya. Bagaimana mungkin? Apakah ini hanya kebetulan?
Adegan 4: Pertemuan yang Tak Terduga
Aruna memutuskan untuk bertanya kepada Arman tentang buku itu. Suatu sore, setelah beberapa pekan penuh kebingungannya, dia akhirnya menghadapinya.
"Arman, aku ingin bertanya sesuatu. Apakah kamu tahu tentang buku yang berjudul 'Antara Ada dan Tiada'?" tanya Aruna hati-hati.
Arman menoleh ke arah Aruna, wajahnya sedikit berubah, namun dia tetap tenang. "Tentu, itu buku terakhir yang ditulis oleh Salsabila sebelum dia meninggal."
Aruna menggigit bibir, mencoba untuk tidak terkejut. "Tapi, ada yang aneh, Arman. Kisah dalam buku itu... mirip sekali dengan hidupmu. Apakah itu... tentangmu?"
Arman terdiam lama, matanya menunduk. "Salsabila menulis kisah kita, Aruna. Semua yang terjadi... ada dalam bukunya."
Aruna merasa dunia seakan berhenti berputar. "Tunggu, apa maksudmu? Apakah kamu berkata bahwa... kamu dan Salsabila adalah..."
Arman menatapnya dengan mata yang penuh penyesalan. "Salsabila adalah aku yang dulu, Aruna. Aku adalah Arman yang telah hilang dalam ingatanmu. Semua yang aku ceritakan padamu... adalah tentang masa lalu kita."
Adegan 5: Rahasia yang Terungkap
Aruna terperangah. Kepalanya berputar, tubuhnya terasa lemas. Semua yang dia tahu tentang Arman selama ini hanyalah ilusi. Arman yang dia temui beberapa bulan lalu ternyata adalah Arman yang telah meninggal, dan yang duduk di hadapannya sekarang adalah... arwah yang tersisa.
"Arman, apa... apa yang kau katakan?" suara Aruna bergetar, seakan tidak percaya.
Arman menghela napas panjang. "Aku mati beberapa tahun yang lalu dalam kecelakaan, Aruna. Semua kenangan kita... sudah hilang dari ingatanmu. Tapi aku masih ada di sini, mencari sesuatu yang telah aku tinggalkan. Aku mencari kau, karena kau adalah bagian dari diriku yang hilang."
Adegan 6: Kehilangan yang Tak Tergantikan
Aruna berlari keluar kedai, melintasi jalanan kota yang sunyi. Laut yang pernah menjadi tempat perlindungan kini terasa menakutkan. Dia ingin berlari sejauh mungkin dari kenyataan yang baru saja terungkap. Namun, di dalam hatinya, dia tahu bahwa tidak ada tempat yang bisa menghindarkan dirinya dari kenyataan ini.
Saat itu, dia merasa kosong. Terjebak antara ada dan tiada. Arman... atau siapa pun yang sekarang ada di hadapannya, adalah bayangannya yang tak pernah benar-benar pergi.
Adegan 7: Pencarian Jiwa
Dalam keputusasaannya, Aruna memutuskan untuk mencari tahu lebih dalam tentang kejadian yang menimpa Arman dan Salsabila. Dia mengunjungi tempat-tempat yang pernah mereka kunjungi, membaca lebih banyak buku tulisan Salsabila, dan semakin terjerat dalam dunia mereka yang penuh kenangan dan rahasia.
Namun, semakin dia mencari, semakin dia merasa ada yang hilang. Ada sesuatu yang lebih besar dari sekadar cinta yang tak tersampaikan.
Adegan 8: Pilihan yang Harus Diambil
Aruna akhirnya dihadapkan pada pilihan besar: untuk menerima kenyataan bahwa cinta Arman telah menjadi bagian dari masa lalu yang tak akan pernah kembali,
atau untuk melepaskan diri dari bayangannya dan melanjutkan hidup dengan cara yang berbeda.
Adegan 9: Antara Ada dan Tiada
Di atas bukit tempat mereka pertama kali bertemu, Aruna memandang laut. Arman tidak lagi ada di sampingnya, namun jejak-jejak kenangan itu takkan pernah hilang.
"Kadang kita harus melepaskan seseorang agar bisa menemukan diri kita sendiri," bisik Aruna pada angin yang menerpa wajahnya.
Arman, dalam bentuk apapun yang mungkin ada, kini hanya tinggal sebuah kenangan yang akan terus mengingatkannya tentang cinta yang abadi... dan yang akhirnya harus pergi.